Rabu, 08 Oktober 2008

Bahagia itu berpagar derita

Assalaamu'alaikum,

Nabiyullaah Musa as dilahirkan dalam kondisi sangat memprihatinkan.
Dilepas hanyut dalam sebuah peti oleh ibunya ke Sungai Nil karena takut
dibunuh oleh Fir'aun. Setelah besar diangkat menjadi Nabi. Kemudian
sekian lama ia menumpang di rumah ayah angkatnya sendiri, Fir'aun.
Namun datanglah petunjuk dari Allaah bahwa ayah angkatnya adalah musuh
baginya. Allaah mengujinyanya dengan kehidupan yang sungguh berat. Ia
muncul dari bangsa miskin, kemudian harus menempuh perjuangan di antara
kekafiran yang sangat kuat dan kokoh lagi besar.

Bagaimana penderitaan Nabi Yusuf as? Ia tidak disukai oleh orang-orang
yang semestinya memberikan kasih dan cintanya, yakni
saudara-saudaranya. Gejolak ini berlangsung sejak ia masih kecil.
Puncaknya ia dilempar ke dalam sumur yang gelap gulita dan pengap.
Diperdagangkan sebagai budak belian. Lalu dijebloskan ke penjara meski
ia tak pernah melakukan kejahatan sedikitpun.

Lihat pula Nabiyullaah Ya'qub as. Ia harus kehilangan anak yang
dicintainya, Yusuf dan Bunyamin. Ya'qub as tetap tegar, shabar dan
tidak berputus asa. Justru ia punya harapan besar di balik mushibah
yang dialaminya," Semoga Allaah mengembalikan anak-anakku itu
semuanya"[QS Yusuf 83].

Cermatilah Nabi Ibrahim as!. Cobaan apa yang melebihi cobaan kekasih
Allaah ini?. Imannya teruji dengan ujian berat yang tiada berbanding,
diperintahkan untuk menyembelih anak kandungnya sendiri.

Manakah yang lebih besar penderitaan kita dengan penderitaan Nabi Adam
as? Ketika ia menikmati kesenagan surgawi dengan istrinya, lalu ia
diperintahkan untuk meninggalkannya.

Begitu pahit dan sakitnya derita Nabi Nuh as yang menyeru umat kepada
Islam, sementara istri dan anaknya tidak mau menjadi pengikutnya.
Bahkan ketika Allaah memerintahkan untuk naik perahu, anaknya tetap
menolak dan akhirnya tertelan dalam gulungan banjir.

Begitu pula dengan perjalanan hidup Luth asa, Isa as, Muhammda saw dan
Nabi-Nabi lainnya, mereka menemukan penderitaan demi kemulian
Risalahnya.

Pernahkah mereka mengeluh?Tidak.Mereka yakin bahwa iman kepada Allaah
memang menghendaki perjuangan, pengorbanan sekaligus keteguhan hati.
Mereka tidak terlalu menuntut kemenangan zhahir, karena memang mereka
selalu menang di alam bathin. Mereka memikul beban berat menjadi Rasul,
mengemban perintah Allaah, dan karena itulah mereka tempuh kesulitan.
Pertama, untuk membuktikan kecintaannya kepada Allaah, dan kedua untuk
menggembleng bathinnya agar semakin kokoh tak mudah roboh oleh celaan,
semakin kukuh tak gampang rubuh hanya karena ancaman, semakin kuat tak
bisa diperalat oleh iming-iming duniawi.

Bagaimana dengan kita?Kita sering berpikir, betapa berat dan kerasnya
perjalanan hidup ini. Terasa sempit di saat hati kita tak mampu lagi
menahan beban masalah. Terasa lunglai, lemah dan berat melangkahkan
kaki, tak kuat dan bingung menghadapi berbagai susana hidup yng sulit
dan membelit. Berat...Apalagi kedatangannya di luar perhitungan dan
dugaan. Akhirnya, kita tak lagi merasa mampu berdiri menopang beban
berat yang harus dipikul.

Tidak! Itu bukan tanda-tanda kelemahan yang harus disesali. Walaupun
manusia memang diciptakan dalam tabiat serba lemah, tapi ingatlah!
Allaah tidak akan pernah menimpaakan beban masalah kepada seseorang di
atas batas kemapuan orang tersebut meikulnya[QS AlBaqarah 286] dan
Allaah tidak akan menzhalimi hamba-Nya[QS AlImran 182].

Janganlah pernah lupa! Allaah menciptakan kehidupan tanpa janji bahwa
hari-hari kita akan berlalu tanpa sakit, berhias tawa tanpa kesedihan,
diselimuti senang tanpa kesulitan, terpancari matahari tanpa awan
gelap, diguyur hujan tanpa ancaman petir, kilat dan banjir. Tapi yang
pasti, jika kita mau, Allaah menjanjikan kita kekuatan agar kita mampu
melalui hari-hari dari hidup yang penuh romantika ini. Jika kita mau,
Allaah akan memberikan pelita supaya bisa meretas onak dan duri
kehidupan ini dengan selamat.

Keselamatan hidup ada pada seberapa mampu kita menjaga dan memelihara
jiwa dalam menempuh hidup. Nasehatilah jiwa, pahamkan keinginannya agar
tetap berada pada jalan Allaah, apapun keadaannya. Kembalikan bahwa
apapun yang dialami, itu adalah kehendak Sang Maha Kuasa, sesungguhnya
cobaan ini dari Allaah dan kita akan diuji dengannya, Inna lillaahi wa
innaa ilaihi raaji'uun.

Sedetikpun Allaah tidak akan meninggalkan hamba-Nya yang beriman. Jika
Allaah berkehendak, tak ada yang dapat menghalangi turunnya pertolongan
dan bantuan-Nya. Masalahnya hanya ada pada proses turunnya pertolongan
itu. Karenanya, sekali lagi jangan pernah kalah oleh cobaan dan ujian.
Imam Syafi'fi pernah berkata," Seseorang tidak akan pernah merasa
tentram kecuali setelah ia diuji. Allaah telah menguji Nabi Nuh as,
Nabi Ibrahim as, Nabi Musa as, Nabi Isa as dan Nabi Muhammad saw.
Ketika mereka bershabar, Allaah menentramkan mereka. Padahal tak
seorangpun menyangka bahwa mereka dapat terlepas dari ujian tersebut".

Kita tidak boleh meminta ujian kepada Allaah swt. Namun bila ujian itu
menghampiri kita, berbahagialah! Jadikan ia sarana yng mengingatkan
kita untuk segera memperbaiki diri. Semoga Allaah senantiasa menyertai
langkah-langkah kita.

*)sebagian diambil dari artikel Selamet Junaidi, Almuslimun no. 392,
selebihnya adalah coretan penulis.

Wassalaamu'alaikum,
I Do Y
K'Lautern, Nov 2004