Rabu, 08 Oktober 2008

Gigi depannya sudah dua

Assalaamu'alaikum,

“Gigi depannya sudah dua. Sekarang ia sering mainin lidahnya lho.
Mungkin gatal ya, ada sesuatu yang baru:-)”. Itulah isi sms yang
diterima penulis pagi ini.

Menjelang ramadhan tahun lalu, putri pertama kami lahir. Mingu-minggu
pertama sejak kelahirannya, kami disibukkan dengan berbagai
perawatannya; mulai dari ganti popok, baju, memandikan sampai dengan
me-ninabobo-kannya. Ketika ramadhan tiba, siang harinya kami shaum,
malam harinya kami terbangun karena si kecil meminta susu. Biasanya ia
akan tertidur setelah di-ninabobo-kan. Lucunya, apabila di luar rumah
terdengar suara kendaraan di saat ia akan tidur, maka biasanya ia segar
kembali. Tak jarang kami pun harus terus begadang sampai sahur tiba
karena si kecil belum mau tidur kembali.

Ramadhan kali ini, pengalaman tersebut tak pernah penulis nikmati lagi.
Selain karena tempat kami berjauhan, juga ia sekarang telah berusia
setahun lebih dan ritme tidurnya telah mulai teratur. Ia telah terbiasa
tidur malam dan terbangun pagi harinya.

Ada hal yang menjadi perenungan penulis melihat sensitifnya pendengaran
si kecil ini terhadap bunyi-bunyi yang menyebabkan dirinya terbangunn
kembali. Sepertinya, Sang Maha Pencipta menganugrahkan pendengaran
kepada makhluqnya pada urutan pertama. Kemudian diikuti dengan
penglihatan dan terakhir pikiran [hati], sebagaimana FirmaNYA:”Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati,
agar kamu bersyukur [Annahl:78]. Wallaahu a’lam.

Berkaitan dengan pendengaran, penglihatan dan hati ini, AlQuran banyak
sekali menyebutkannya dalam beberapa tempat, Misalnya pada Yunus 31,
AlMu’minuun 78, AsSajdah 9, AlMulk 23, dan AlIsraa’ 36. Diantara
ketiganya, pendengaran selalu disebutkan dalam urutan pertama. Tidaklah
mungkin AlQur’an menyebutkan urutan tersebut berkali-kali kalau tidak
ada maksudnya.

Bila kita perhatikan, setiap keburukan pada awalnya akan bersumber dari
pendengaran. Berita keburukan si fulan di barat akan sampai kepada si
fulan di timur pada awalnya bersumber dari pendengaran [gossip].
Kondisinya ini akan semakin parah, jika si fulan menyampaikannya
kembali secara berantai kepada para fulan di utara dan selatan tanpa
mengetahui kebenaran beritanya. Oleh karenanya, Islam senantiasa
mengajarkan kepada hambanya agar selalu ‘shaum’ [menahan, meneliti
serta memeriksa/tabayyun] pendengaran tatkala menerima sebuah berita,’
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu’ [AlHujuraat 6]. Ketika
menerima berita, maka setidaknya seseorang dapat menelitinya secara
dini dengan melihat si pembawa berita tersebut. Apakah ia seorang yang
terpercaya ataukah seorang yang biasa berbohong.

Bila setiap diri mampu menjaga pendengarannya, maka InsyaAllaah
beberapa musibah yang menimpa umat ini dapat dihindarkan.

“Gigi depannya sudah dua”. InsyaAllaah berita ini benar, karena yang
menyampaikan adalah orang kepercayaan penulis. Mudah-mudahan, ramadhan
kali ini kita mampu memelihara pendengaran dan memanfaatkannya untuk
hal-hal yang berguna.


"Pada hari ini[hari Pembalasan] Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah
kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap
apa yang dahulu mereka usahakan" [Yaasin 65].

Wassalaamu'alaikum,
I Do Y
Eindhoven 2003