Rabu, 08 Oktober 2008

Sekilas tentang Shaum ramadhan

Assalaamu'alaikum,

“Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan kepada kalian shaum, sebagaimana telah diwajibkan[nya] kepada orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa”[QS.2:183]

Setiap Ramadhan tiba, maka setiap itu pula ingatan kita kembali tertuju kepada ayat di atas. Hampir bisa dipastikan, setiap ustadz maupun ustadzah akan menghiasi materinya dengan kutipan ayat di atas.

Dalam ayat di atas, Allaah swt telah memerintahkan kepada mereka yang beriman untuk melaksanakan shaum pada hari-hari terbilang yang ditentukan [ayyaaman ma’dudaat;’adadan ma’luman]. Shaum yang dimaksud ayat ini adalah shaum ramadhan. Kesimpulan ini berdasarkan kelanjutan ayat tersebut, yaitu,” Bulan ramadhan yang padanya diturunkan alQuran…”[QS.2:185]. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa pada permulaan Islam orang–orang biasa melaksanakan shaum tiga hari dalam setiap bulan. Kemudian Allaah menghapuskan kebiasan tersebut dengan perintah shaum ramadhan. Riwayat lainnya menyebutkan bahwa kebiasaan shaum telah berlangsung lama semenjak zaman Nabi Nuh as hingga turunya ayat di atas. Riwayat Ibnu Abbas ra menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ‘min qablikum’[orang–orang sebelum kalian] dalam ayat di atas adalah Ahl-alKitaab [umat nabi Musa as dan nabi Isa as].

Shaum berasal dari kata shaama-yashuumu-shauman wa shiyaaman. Menurut bahasa ia memiliki arti alImsak, menahan diri dari sesuatu, atau habsu annafsi ‘an syaiin [memenjarakan diri dari sesuatu]. Di dalam alQur’an, shaum dengan makna bahasa, yaitu menahan diri dari berkata-kata, bisa kita temukan dalam surat Maryam ayat 26,” Lantas kalau engkau [Maryam as] lihat seseorang manusia, maka katakanlah: Aku bernadzar diam karena [Tuhan] Pengasih [Innii nadzartu lirrahmaani shauman]. Oleh sebab itu, tidak akan aku berkata-kata kepada siapapun manusia pada hari ini”. Sedangkan secara istilah, shaum adalah menahan diri dari hal-hal tertentu, yaitu makan, minum, bersenggama, ucapan dan amalan sia-sia, pada saat tertentu [siang hari] dengan tata cara tertentu dan niat ikhlash karena Allaah.

Shaum adalah perbuatan yang dilakukan dengan niat. Dari Hafshah ummilmu’miniin, bahwasannya Nabis saw telah bersabda,” Barangsiapa yang tidak menetapkan [niat] shaum sebelum fajar, maka tidak ada shaum baginya”. Hadits ini dan hadits yang semaknanya dikeluarkan oleh Alkhamsah [Abu Dawud, Nassaiy, Ibnu Maajah, Attirmidziy dan Ahmad], Ibnu Khuzaimah dan Addaaraquthniy (lihat Assubul Assalaam, Imam Asshshan’aniy). Syaikh Albaniy memasukan hadits ini ke dalam Shahih Aljami’-nya [no. 6535]. Dalam memahami hadits tersebut, para ulama berbeda penafsiran. Sebagian berpendapat bahwa niat shaum mesti dilakukan setiap hari dengan batasan waktu antara saat berbuka (waktu maghrib) sampai saat mulai shaum (waktu shubuh). Sebagian lagi berpendapat bahwa cukup berniat di awal ramadhan saja, setelah ‘melihat’ hilal pertanda masuknya bulan Ramadhan dan sebelum terbit fajar. Mereka beralasan karena Shaum Ramadhan merupakan ibadah kesatuan di bulan tersebut. Terlepas dari perbedaan ini, yang utama adalah shaum mesti dilakukan dengan niat. Menurut Imam Nawawi dalam AlAdzkar bahwa niat ini bisa dilakukan dengan hati, dengan lisan, atau dengan keduanya. Mengenai tekstual ucapan niatnya, penulis belum menemukan hadits ataupun riwayatnya. Dengan demikian, teksnya bisa diucapkan menurut bahasa masing-masing. Wallaahu a’lam.

Pada dasarnya hadits Hafshah r.anha di atas berlaku bagi semua jenis shaum. Tetapi, keumumannya tersebut dipalingkan oleh hadist Aisyah r.anha,”Suatu hari Nabi saw mengunjungiku. Beliau bersabda: Adakah sesuatu [makanan] padamu?. Kami menjawab: Tidak. Kemudian beliau bersabda: Sesungguhnya aku akan shaum”[Subul Assalaam, hadits no.676]. Dengan demikian, penulis berpendapat, berdasarkan kedua hadits ini, bahwa niat merupakan kesempurnaan dari ibadah shaum. Wallaahu a’lam.

Dianjurkan pula untuk mengawali shaum dengan mengerjakan sahur [makan atau minum sesuatu], dan mengakhirkannya. Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Abi Sa’id,”Janganlah kalian meninggalkannya [sahur],walaupun engkau hanya mendapatkan segelas air, karena sesungguhnya Allaah dan para malaikat bershalawat [mendo’akan] kepada orang-orang yang sahur”. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Anas bin Malik r.anhu,” Sesungguhnya Nabi saw telah bersabda: bersahurlah kalian, karena sesungguhnya padanya terdapat barakah”. Barakah disini, diantaranya, adalah karena sahur tersebut mengikuti tatacara Nabi saw [sunnah] dan pembeda dengan kebiasaan puasa Ahl-Alkitaab. Imam Muslim meriwayatkan dengan hadist marfu’,” Perkara yang membedakan diantara shaum kami dan shaum Ahlulkitaab, mengerjakan sahur”.

Shaum ini diakhiri dengan ifthaar [berbuka]. Dianjurkan untuk menyegerakan berbuka. Hadis riwayat Sahal bin Saad r.anhu dikeluarkan oleh Imam Muslim, bahwa Rasulullah saw. Bersabda,” Orang-orang itu senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka”. Imam Ahmad menambahkan,” dan selama mereka mengakhirkan sahur”. Abu Dawud menambahkan,”Karena sesungguhnya yahudi dan nashara mengakhirkan berbuka hingga tampak bintang”. Imam Attirmidzi meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah r.anhu, bahwa Nabi saw telah bersabda: Sesungguhnya Allaah ‘azza wa jalla berkata,” Aku mencintai hambaku yang menyegerakan berbuka”.

InsyaAllaah, Shaum Ramadhan ini kita akan tingkatkan kualitasnya. Semoga Shaum kita seantiasa diterimaNYA.

Sumber: tafsir Ibnu Katsir, Subul Assalaam.

Wassalaamu'alaikum,
I Do Y

Eindhoven 2003