Rabu, 08 Oktober 2008

Oleh-oleh

Assalaamu'alaikumm warahmatullaah,

Oleh-oleh pertama adalah surat AlMujaadalah[58] ayat 11. Ayat ini pada dasarnya berbicara tentang adab/tatacara dalam bermajlis; seseorang harus memberikan tempat kepada orang lain yang baru datang dan apabila Nabi saw menyuruhnya untuk bangun, maka lakukanlah. Tetapi yang akan menjadi fokus pembicaraan kita adalah firmanNYA dalam bagian, "Allaah meninggikan orang-orang yang beriman dan yang berilmu beberapa derajat".

AlQadhi Iyadh berkata," Tidak akan tegak[berdiri] sebuah ucapan kecuali dengan amal, dan tidak [tegak] ucapan dan amalan kecuali dengan niat,dan tidak [tegak] ucapan dan amalan dan niat kecuali bersesuaian dengan sunnah Nabi saw". Dari perkataan tersebut dapatlah kita menarik kesimpulan bahwa bersesuaian dengan sunnah Nabi saw/ittifaq merupakan kunci dari diterimanya segala amalan kita. Untuk mengetahui apakah amalan kita itu ittifaq dengan perbuatan Nabi maka diperlukanlah ilmu.

Ilmu dalam ajaran Islam memiliki kedudukan yang utama. Allaah swt mengecam hambanya yang berbuat tanpa mendasarinya dengan ilmu [AlIsraa:36]. Imam Bukhari, dalam shahih-nya mencantumkan kitab ilmu sebagai kitab ketiganya setelah kitab bagaimana wahyu diturunkan dan kitab iman. Bahkan beliau memberikan sebuah subjudul dalam kitab ilmunya dengan nama" bab ilmu sebelum ucapan dan amalan".

Dalam surat diatas, Allaah swt menjanjikan untuk mengangkat/meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu. Dalam kitab Fathul Bariy disebutkan ayat diatas bermakna bahwa Allaah swt akan meninggikan [kedudukan] orang-orang mukmin yang berilmu diatas orang-orang mukmin yang tidak berilmu. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Umar bin Khattab pernah menegur seorang gubernur karena menganggkat budaknya sebagai wakil ketika dia meninggalkan kotanya. Gubernur tersebut memberikan alasan bahwa maula-nya tersebut adalah orang yang mengajarkan alQur'an dan mengetahui ilmu Faraid. Kemudian Umar ra membenarkannya.

Di dalam tafsir Ibnu Katsir ketika menjelaskan surat Thahaa: 114 disebutkan bahwa Allaah swt tidak pernah memerintahkan nabinya untuk meminta tambahan sesuatu kecuali dalam perkara ilmu. Yang dimaksud ilmu di sini adalah ilmu yang dapat memberikan manfaat bagi yang mencarinya, yaitu ilmu yang dapat mengantarkan dirinya kepada pengenalan dan peningkatan ibadah kepada AlKhaliq dan makhluq lainnya. Dalam kitab SubulusSalaam tercatat sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Anas ra bahwa rasulullaah saw bersabda," Ya Allaah, berikanlah manfaat kepadaku dari apa-apa yang Engkau ajarkan kepadaku, dan ajarkanlah kepadaku apa-apa yang bermanfaat bagiku., dan berikanlah rizki kepadaku [berupa] ilmu yang bermanfaat bagiku". Seorang ulama menjelaskan bahwa ilmu yang bermanfaat merupakan salah satu bentuk dari 'hasanah fiddunya'(kebahagiaan di dunia).

Selain menganjurkan untuk mencari ilmu yang bermanfaat, Islam melarang pula seseorang untuk mencari ilmu yang dicela oleh Allaah swt. Ilmu tercela tersebut antara lain:
1. Ilmu yang memudaratkan, misalnya sihir. Karena pada asalnya ilmu ini berupaya untuk mengganggu seseorang dan memutuskan silaturrahmi.
2. Ilmu ramal. Dalam surat Luqman:34 diterangkan bahwa,"Tidak ada seorangpun [makhluq] yang dapat mengetahui apa yang akan dikerjakannya esok hari, dan tidak ada seorangpun [makhluq] yang dapat mengetahui dimana dia akan meninggal".
3. Ilmu yang tidak diamalkan dan disembunyikan pemiliknya.
4. Ilmu keduniaan yang dapat melalaikan urusan akhirat.

Oleh-oleh kedua adalah surat Anbiya:90. Dalam ayat 89-nya diceritakan bagaimana seorang Zakaria as memohon kepada Rabbnya agar segera dikaruniai seorang generasi penerus. Ayat 90-nya menceritakan bahwa Allaah swt memperkenankan do'a nabi Zakaria dikarenakan beberapa sebab. Insya Allaah, yang menjadi fokus kita dari ayat ini adalah sebab-sebab do'a nabi tersebut dikabulkan.

Sebab pertama adalah karena mereka (Nabi zakaria+istrinya) bersegera dalam melakukan kebaikan, bersegera dalam melakukan keta'atan kepada Allaah swt. Dalam Tafsir Ibnu Katsir, ketika menjelaskan surat Faathir:32, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kelompok manusia yang tergolong kepada bersegera kepada kebaikan(saabiqunbilkhairat) adalah mereka yang senantiasa melaksanakan kewajiban-kewajiban dan perkara sunnah, dan senantiasa meninggalkan hal yang haram dan makruh.

Sebab yang kedua adalah karena mereka berdo'a dengan penuh harap dan takut. Penuh harap bahwa do'a mereka akan dikabulkan, dan takut bila mereka berbuat maksiat sehingga Allaah murka kepadanya. Dikeluarkan oleh Muslim dari riwayat Abu Hurairah r.a: Rasulullah s.a.w bersabda:" Doa seseorang itu akan dikabulkan selagi dia tidak terburu-buru menyebabkan dia berkata: Aku berdoa tetapi tidak dimakbulkan".

Sebab yang ketiga adalah karena mereka orang-orang yang khusyu'. Para ulama memberikan definisi khusyu' secara berlainan. Ali bin Abi Thalhah dan Ibnu Abbas ra menyatakan bahwa khusyu' adalah membenarkan terhadap apa-apa yang diturunkan Allaah swt, Mujahid: mukmin yang sesungguhnya, merendahkan diri, HasanAlBashri: menghinakan, Abu 'Aliyah: takut, Abu Sinan:perasaan takut yang senantiasa melekat dalam hatinya. Secara bahsa khusyu' dapat berarti melemahkan suara (Thaaha:108), tandus (Fushilat 39), tunduk hina(AsySyuraa 45), tunduk ingat kepada Allaah swt (Alhadid:16). Dengan demikian khusyu' dapat bermakna lahiriyah dan bathiniyah. Secara lahiriyah dapat bermakna misalnya tunduk lemas, tandus. Sedangkan secara bathiniyah khusyu' dalam beramal adalah perbuatan hati yang senantiasa melekat padanya rasa takut, tawadhu, tunduk kepada Allaah swt sehingga senantiasa akan sungguh-sungguh dalam menjalankan amalan tersebut. Sedangkan syarat khusyu' adalah meyakini akan pertemuannya dengan Allaah swt dan akan dikembalikan kepadaNYA dengan mempertanggunjawabkan semua amalan di dunia(AlBaqarah 45-46).

Selain doa yang maqbul, ada pula do'a yang ditangguhkan untuk diberikan. dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa tidaklah seorang muslim yang menghadapkan mukanya kepada Allaah swt untuk berrdo'a kecuali Allaah akan memberikannya, kadang dipercepat kadang diperlambat. Soal ditangguhkannya waktu tersebut bisa jadi karena do'a tersebut tidak baik pendo'a bila dikabulkan di dunia, atau bisa jadi do'a tersebut ditangguhkan sebagai simpanan di akhirat nanti.

Oleh-oleh yang ketiga, sebagai oleh-oleh terakhir, adalah Alimraan:14. Harus disadari bahwa manusia memiliki ketidakpuasan bila sudah berbicara tentang harta. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa bila anak Adam diberikan satu bukit emas maka dia akan meminta yang keduanya. Padahal tidak akan penuh perut anak Adam kecuali dengan tanah.
Rasulullaah saw telah mengingatkan bahwa akan muncul dua penyakit, yaitu cinta dunia dan takut mati. Jiwa yang tidak puas ini, bisa saja mengantarkan dirinya kepada kekufuran akan nikmat yang telah diperolehnya. Padahal Rasulullaah saw telah mengingatkan untuk mensyukuri nikmat yang telah diperoleh melalui sabdanya," Lihatlah
orang yang lebih rendah dari kalian, dan janganlah melihat orang
yang lebih tinggi dari kalian, karena yang demikian lebih baik
supaya kalian tidak meremehkan nikmat Allah atas kalian".( dikeluarkan oleh Ahmad, Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari jalan Abu Hurairah ra ,Shahih AlJaami' no. 1507, Asysyaikh AlBaani).

Sebagai kesimpulan, oleh-oleh saya ini saya ringkaskan dalam sebuah do'a," Ya Allaah, Aku berlindung kepadaMU dari hati yang tidak khusyu', dan dari do'a yang tidak didengar, dan dari jiwa yang tak kenyang (puas), dan dari ilmu yang tidak bermanfa'at. Aku berlindung kepadaMU dari hal yang empat tadi".(Shahih alJami' no. 1297, Asysyaikh AlBani).

Semoga bermanfaat.
Wasalaamu'alaikum,
I Do Y
Eindhoven 2002